JAKARTA – Nilai Tukar Petani (NTP) periode September 2020 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kenaikan terjadi sebesar 101,66 persen jika dibandingkan dengan NTP Agustus 2020 yang hanya sebesar 100,65.
Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto menyampaikan bahwa kenaikan tersebut merupakan akumulasi dari kinerja ekspor dan produksi pertanian secara keseluruhan. Menurut dia, sektor pertanian mengakmi pertumbuhan yang sangat baik.
“Kembali meningkatnya NTP sangat menggembirakan khusunya bagi para petani di daerah. Capaian ini sangat bagus sekali terutama dikondisi sekarang,” ujar Suhariyanto, Kamis, 1 Oktober 2020.
Berdasarkan sektornya, kata Suhariyanto, secara keseluruhan sektor pertanian mengalami peningkatan. Di sektor tanaman pangan misalnya, kenaikan mencapai 101,53 atau naik sebesar 0,9. Sementara kenaikan lainnya juga terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat yakni 105,76 atau naik 2,67 persen.
“Kenaikan pada tanaman pangan disebabkan karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan cukup tinggi 0,85 persen, sebaliknya indeks harga yang dibayar petani mengalami penurunan,” katanya.
Sedangkan untuk kenaikan subsektor perkebunan disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani. Bahkan kenaikan ini cukup tinggi karena produk perkebunan seperti harga kelapa sawit, karet, kakao, kopi, tembakau dan sebagiannya dalam kondisi normal.
Lebih lanjut, Suhariyanto mengatakan komoditas utama yang menyebabkan indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan adalah karena ada kenaikan harga gabah di tingkat petani. Berdasarkan data yang ada, kata Suhariynto, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) nasional pada September 2020 juga naik 101,74 persen.
“Harga gabah kering panen sebesar Rp4.891 per kg atau mengalami kenaikan sebesar 1,53 persen secara month to month (mtm), tetapi mengalami penurunan 0,28 persen jika dilihat secara year on year (yoy),” katanya.
Namun begitu, NTP pada dua subsektor lainnya petenakan dan hortikultura mengalami penurunan yakni masing-masing 0,63 persen dan 0,43 persen. Meski demikian, Suhariyanto berharap kenaikan bisa terus terjadi di bulan-bulan berikutnya.
Sebagai informasi, NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani.(hms)