Hinca Pandjaitan: Awasi Penggunaan Anggaran untuk Penanganan Covid-19

DAIRI – Anggota Komisi III dari Partai Demokrat, Hinca Panjaitan menyebutkan sejumlah potensi korupsi dalam penanganan Covid-19. Potensi korupsi antara lain saat pemerintah menggelontarkan dana bantuan untuk warga yang mengalami pelemahan ekonomi karena pandemi Covid-19.

Disebutkan, potensi korupsi tersebut tidak hanya dikhawatirkan terjadi di kota besar, namun potensi tersebut bisa saja terjadi di daerah seperti di Kabupaten-kabupaten.

“Misalkan, penggelapan dana bantuan. Bisa saja anggaran-anggaran sudah ditransfer bermasalah di pelaksananya, atau jumlah bantuan tak sesuai dengan yang diterimakan,” ujar Hinca Panjaitan saat dihubungi Tigasisi usai mengikuti rapat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (01/05/2020).

Tak hanya itu, kemungkinan terjadi pungutan liar sangat mungkin terjadi. Data penerima yang amburadul juga perlu diantisipasi. Apalagi, tambah Hinca, bantuan langsung tunai (BLT) yang sudah diwajibkan dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) juga terdapat dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), ini potensi penyelewengannya besar sekali”, katanya.

“Kalau data saja bermasalah, bakal ada orang-orang yang akan dapat dobel dan ada yang malah tidak dapat” imbuh Hinca.

“Dana realokasi APBD tersebut, kan dimaksudkan untuk menangani Covid-19 dan membantu masyarakat, karena itu harus dipastikan sampai ke masyarakat secara benar kualitas dan kuantitasnya. Kita mesti awasi mulai dari hulu ke hilirnya di setiap pemkab terutama di Sumatera Utara agar benar-benar sampai ke masyarakat”.

“Sekali lagi, awasi pendanaan APBD yang direalokasi sampai distribusinya ke rakyat”, tegas Hinca menutup pembicaraan.

KPK Awasi Penggunaan Anggaran untuk Penanganan Covid-19

Sementara itu, dilansir dari Merd.coekam, Rabu (29/04/2020) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memonitor penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19. KPK membentuk Satuan Tugas khusus dari Deputi Penindakan dan Deputi Pencegahan.

Besaran anggaran yang dipantau adalah Rp 405,1 triliun yang diatur dalam Perppu No 1 Tahun 2020. Firli mengatakan KPK fokus pada program, kesehatan dan jaring pengaman sosial.

“Apa yang sudah dilakukan KPK antara lain kami fokus pada program kesehatan dan social safety net. Mungkin ini yang menjadi perhatian kita bersama, karena dua itu yang memang menjadi perhatian kami karena ini menyangkut dengan hak orang banyak,” kata Firli dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Rabu (29/04/2020).

KPK juga memantau anggaran yang sudah direalokasi oleh pemerintah daerah. Total APBD yang direalokasi untuk penanganan Covid-19 di seluruh Indonesia sebesar Rp 56,57 triliun.

Firli mengatakan, KPK bekerjasama dengan Pemda agar anggaran tersebut tidak dikorupsi. Firli mengingatkan, hukuman bagi korupsi anggaran kebencanaan adalah hukuman mati.

“Kita tahu persis bahwa korupsi yang dilakukan dalam bencana tidak lepas ancaman hukum pidananya adalah pidana mati,” tegasnya.

KPK juga memetakan bagian mana saja yang rawan korupsi. Wilayah itu adalah pengadaan barang dan jasa, sumbangan pihak ketiga, realokasi anggaran APBN dan APBD, dan distribusi bantuan sosial dan jaring pengaman sosial.

Kata Firli, KPK sudah melakukan pencegahan dengan cara mengawasi bantuan sosial, penganggaran, hingga mengeluarkan surat edaran terkait gratifikasi. Firli juga mengatakan, KPK bekerja sama lembaga seperti LKPP dan BPKP, serta kepolisian dan kejaksaan untuk memantau penanganan Covid-19. (Mrdk/TGS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *